BAB
I
PENDAHULUAN
Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan ternak
ruminansia kecil hasil dari persilangan kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing PE memiliki ciri kuping pendek
menggantung, memiliki tanduk kecil, warna bulu tunggal yaitu putih, coklat atau hitam maupun campuran ketiganya. Kambing PE merupakan bangsa dari ternak perah. Pakan merupakan segala
sesuatu yang dapat diberikan pada ternak, berupa bahan organik maupun
anorganik. Kualitas pakan ternak dapat
dilihat pada besarnya konsumsi dan kecernaan bahan pakan tersebut. Kecernaan
yang tinggi menunjukkan besarnya efisiensi penggunaan pakan oleh ternak. Kecernaan
pakan dapat diketahui melalui kecernaan in vivo. Kecernaan in
vivo merupakan cara penentuan kecernaan pakan dengan
menggunakan ternak percobaan dengan analisis pada pakan dan feses. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan
diantaranya spesies ternak, umur, pakan, komposisi ransum, bentuk fisik pakan, dan perlakuan pakan.
Tujuan dari praktikum Ransum Ruminansia
praktikan dapat mengetahui hubungan
antara konsumsi dengan kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) pada ternak ruminansia khususnya pada kambing PE. Manfaat praktikum ini adalah praktikan mengetahui hubungan konsumsi dengan kecernaan bahan kering dan
bahan organik.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Kambing Peranaka Etawa (PE)
Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan kambing hasil persilangan
antara kambing Etawa yang berasal dari India dengan kambing lokal yaitu kambing
Jawa Randu. Kambing PE memiliki
ciri-ciri memiliki wajah berbentuk oval, telinga panjang, warna umumnya hitam
dan putih, baik kambing jantan maupun betina memiliki tanduk, kaki panjang dan
pada pangkal kaki belakang terdapat rambut yang panjang (Suparman, 2007). Berat badan kambing PE jantan dapat mencapai
40 kg dan Betina 35 kg. Produk utama kambing PE adalah susu, dapat memproduksi
susu 0,8 – 2,5 liter per hari (Kusuma dan
Irmansyah,
2009). Kambing PE mampu beranak 3 kali per tahun. Jumlah
anak perkelahiran berwariasi antara 1 – 3 dan rata-rata 2 ekor per kelahiran (Sarwono, 2008).
2.2.
Pakan Ruminansia
Pakan ruminansia yang biasa diberikan adalah dalam bentuk
hijauan dan konsentrat. Pakan ruminansia yang berupa hijauan diberikan pada ternak dalam
keadaan yang masih segar. Hijauan yang diberikan pada ternak dapat berupa rumput dan
legum. (Sudarmono dan sugeng, 2008). Konsumsi ideal hijauan kambing berkisar 10-15%
dari bobot badannya (Andoko dan Warsito, 2013).
Konsentrat merupakan pakan penguat. Pemberian konsentrat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak kambing yang tidak terdapat dalam pakan hijauan Konsentrat terdiri dari beberapa bahan pakan seperti molases,
bekatul dan tepung ikan (Andoko dan Warsito, 2013). Pemberian konsentrat pada
kambing didahului dengan pemberian hijauan terlebih dahulu (Sarwono, 2008).
2.3.
Sumber Protein Ruminansia
Sumber protein pada ruminansia terdapat dua jenis yaitu
sumber protein hewani dan sumber protein nabati. Pakan dengan sumber protein nabati maupun
hewani mempunyai kandungan nutrisi yang sama besarnya sehingga mikroba yang ada
di dalam rumen akan bekerja dalam kondisi yang sama, contoh dari sumber protein
hewani adalah onggok dan bungkil kedelai (Suprapto et al, 2013). Sumber protein nabati juga dapat diperoleh
dari tanaman pakan leguminosa, contohnya adalah daun gamal (Mastika et al,
2012).
Sumber protein pada ruminansia dengan jenis protein hewani
yang berasal dari tepung ikan mempunyai kecernaan serat kasar yang lebih tinggi
karena kandungan asam amino essensial pada tepung ikan lebih tinggi sehingga
mampu menstimulir perkembangan bakteri rumen (Suprapto et al, 2013). Sumber
protein pakan konvensional seperti
bungkil kedelai, tepung ikan dan tepung daging tulang sebagian besar
merupakan bahan pakan yang diimpor, sehingga harganya mahal. Salah satu sumber
protein hewani alternatif adalah tepung bulu ayam karena jumlahnya yang sangat
banyak didapat dari RPA jika diolah dengan benar bisa dimanfaatkan (Puastuti
2007).
2.4.
Konsumsi
Konsumsi
merupakan banyaknya pakan atau ransum yang dimakan ternak yang didapatkan dari
selisih antara jumlah pemberian pakan atau ransum pagi, siang dan sore hari
dengan sisa pakan atau ransum, konsumsi
bahan kering (BK) dan konsumsi bahan organik (BO) juga diperoleh dari selisih pakan yang diberikan dan
sisa pakan dikalikan %BK atau %BO pakan (Ali, 2000) dan (Mathius et
al., 2002). Bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering. BO merupakan bagian terbesar dari bahan kering, sehingga
jumlah konsumsi bahan organik ditentukan oleh jumlah konsumsi BK pakan (Cakra et al., 2005)
dalam (Aryanto et al., 2013).
Konsumsi
pakan menunjukkan nilai dari palatabilitas pakan dan kualitas pakan, serta
palatabilitas mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi, peningkatan konsumsi
BK akan diikuti oleh peningkatan nutrien dalam ransum (Yustendi et al., 2013). Konsumsi pakan digunakan dalam memenuhi kebutuhan
hidup pokok, dan meningkat sejalan dengan perkembangan kondisi dan tingkat
produksi yang dihasilkannya (Aryanto
et al., 2013).
Konsumsi pakan pada kambing dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya umur ternak, bobot badan ternak, selera
ternak, kesehatan
ternak, palabilitas ransum, jenis
bahan pakan, bentuk pakan, aroma
bahan pakan, kondisi fisiologis
ternak dan suhu lingkungan ternak (Simanihuruk et al., 2006). Banyaknya pakan yang
diperlukan kambing sangat tergantung dari total berat badan dan kemampuan memakan
(Mulyono dan Sarwono 2010). Konsumsi bahan kering dan
bahan organik pada ternak kambing berkisar antara 2,8 – 4,9% dari bobot badan (Yusuf, 2014).
2.5.
Kecernaan Invivo
Tujuan teknik in vivo yaitu untuk mengevaluasi kecernaan nutrien dan performa produksi
pada kambing Peranakan Etawa (Suharti, 2009).
Pemberian pakan hijauan dengan membuat silase dapat meningkatkan
nilai kecernaan apabila diberikan secara in
vivo (Haryanto, 2009). Uji kecernaan in vivo dapat menggunakan metode total
koleksi pengukuran konsumsi ransum pakan dan penimbangan feses yang dilakukan
setiap hari dengan cara menimbang sisa pakan dan menimbang feses yang ada di
bawah kandang, setiap 2 jam feses di semprot menggunakan HCl 0,2 N, lalu setiap pagi sisa ransum
dan feses ditimbang sebagai berat segar kemudian dijemur untuk mendapatkan
hasil berat kering udara (Widodo, 2013).
Nilai
kecernaan bahan kering menunjukkan seberapa nilai nutrisi pakan yang dicerna
ternak. Kecernaan bahan kering berhubungan erat dengan kecernaan bahan organik
(Aryanto et al., 2013). Faktor
yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah spesies, umur, kandungan
nutrisi bahan pakan, kandungan serat kasar, komposisi pakan, level pakan dan
minum (Zakariah, 2012).
Nilai
kecernaan bahan organik yang rendah disebabkan karena konsumsi bahan kering juga rendah. Jumlah
konsumsi bahan kering akan mempengaruhi kecernaan bahan organik (Aryanto et
al., 2013). Bahwa bahan kering mempunyai komposisi kimia yang sama
dengan bahan organik ditambah abu,
yang berarti bahwa
jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bahan
organik. Bahan
kering yang dikonsumsi
akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga jika konsumsi bahan
organik meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien (Raharjo et al.,
2013).
Kecernaan bahan organik ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu umur ternak, bobot badan ternak, selera ternak,
kesehatan
ternak, palabilitas ransum, jenis
bahan pakan, bentuk pakan, aroma
bahan pakan, kondisi fisiologis
ternak dan suhu lingkungan ternak (Simanihuruk et al., 2006).
2.6.
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan
dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk mengevaluasi kualitas bahan
pakan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan
salah satu indikasi pemanfaatan dari
zat–zat pakan yang diberikan
(Hatmono dan Hastoro 1997)
dalam (Sadi, 2014). Pertambahan bobot
badan pada ternak dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan
serta umur, bangsa, jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan (Yustendi et al, 2013) dan (Sadi,
2014). Palatabilitas
pakan yang baik dapat digunakan untuk hidup pokok dan produksi pertambahan
bobot badan (Ekawati et al., 2014).
MATERI
METODE
Praktikum Ransum Ruminansia dengan materi Kecernaan Bahan
Kering dan Bahan Organik secara In Vivo
dilaksanakan hari Kamis
tanggal 11 Juni
2015 samapai Jumat 19
Juni 2015 pukul 06.00 WIB dan 16.30 WIB di Kandang Digesti dan di Laboratorium
Ilmu Nutrisi dan Pakan Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
3.1. Materi
Alat
yang digunakan dalam praktikum Ransum Ruminansia dengan materi Kecernaan Bahan
Kering dan Bahan Organik secara In Vivo kandang yang
berfungsi sebagai kandang ternak, tempat pakan dan minum, timbangan untuk
menimbang ternak dan untuk menimbang pakan, tempat penampung feses dan urin yang
digunakan untuk menampung feses dan urin, semprotan yang berfungsi untuk tempat
HCl yang akan disemprotkan ke feses, gelas ukur yang digunakan untuk mengukur
jumlah urin, oven yang digunakan untuk mengoven bahan pakan dan feses untuk
dianalisis kadar bahan kering, tanur digunakan untuk menanur bahan pakan dan
feses yang akan digunakan untuk analisis kadar bahan organik, serta eksikator.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum Ransum Ruminansia yaitu kambing Peranakan Etawa
sebagai objek pengamatan. Pakan yang berupa hijauan rumput dan legum (gamal)
dan konsentrat terdiri dari bahan pakan onggok, dedak padi, bungkil kedelai,
tepung ikan dan tetes. Larutan HCl yang digunakan untuk menyemprot
feses dan urin.
Table 1. Komposisi Ransum
Kambing Peranakan Etawa T4
No
|
Bahan
|
%Bahan
|
PK
|
LK
|
SK
|
TDN
|
1
|
Rumput lapang
|
40,00
|
2,68
|
0,72
|
13,68
|
22,48
|
2
|
Onggok
|
28,23
|
0,80
|
0,19
|
2,33
|
21,81
|
3
|
Dedak padi
|
10,00
|
1,00
|
0,23
|
1,85
|
5,55
|
4
|
Bungkil kedelai
|
5,00
|
2,40
|
0,28
|
0,31
|
4,07
|
5
|
Tepung ikan
|
11,77
|
7,20
|
0,85
|
0,30
|
6,98
|
6
|
Tetes
|
5,00
|
0,16
|
0
|
0
|
3,54
|
|
Jumlah
|
100,00
|
14,23
|
2,28
|
18,47
|
64,42
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2015.
3.2. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum yaitu menimbang bobot
badan awal ternak dengan menggunakan timbangan, menghitung kebutuhan pakan
ternak, memberikan pakan konsentrat dan setelah 2 jam hijauan sesuai kebutuhan
yang telah dihitung, melakukan sanitasi kandang setiap hari, menimbang sisa
pakan setiap pagi dan dijemur, menimbang berat sisa pakan yang telah dijemur, total
koleksi feses dan urin dilakukan mulai hari keempat sampai hari terakhir.
Memberikan pakan konsumsi pada ternak sesuai kebutuhan
yang
telah
dihitung yang diberikan tiga kali sehari dengan komposisi hijauan dan kosentrat
selama pemeliharaan. Menimbang pemberian dan
sisa pakan setiap hari selama pemeliharaan. Menghitung konsumsi
pakan ternak dengan rumus :
Konsumsi Pakan = Jumlah pakan Pemberian
– Jumlah Pakan Sisa
Metode koleksi urin yaitu menampung urin mulai hari ke-3 sampai hari terakhir, dengan menampung urin menggunakan ember yang sebelumnya dituangkan HCl, mengukur volume urin setiap harinya dengan menggunakan
gelas ukur, mengambil sampel 10%
dari total volume urin dan dimasukkan dalam botol dengan memberi label kode kambing dan hari lalu dimasukkan dalam frezer.
Metode
koleksi feses yaitu menampung
feses dengan menggunakan tempat penampung feses dari hari ke-3 sampai terakhir, menyemprot dengan
HCl, setiap 2 jam sekali. Menimbang berat segar dan menjemurnya selama total koleksi dan menimbang berat kering udranya. Homogenisasi
dan mengambil sempel untuk dianalsis, kemudian dihaluskan dan dianalisisa.
Selanjutnya
melakukan analisis BK dan BO pada pakan pemberian, sisa pakan dan feses dengan
menggunakan masing-masing sampel secara duplo. Metode analisis bahan kering yaitu menimbang Crucible Porseline, menimbang sampel dan memasukkanya ke dalam oven
selama 24 jam pada suhu 120oC, memasukkan ke dalam eksikator selama
15 menit, menimbangnya dan menghitung dengan rumus:
KcBK
= (BK
Pemberian – BK Sisa) – BK Feses x
100 %
BK Pemberian – BK Sisa
Metode analisis bahan organik yaitu menimbang Crucible Porseline, menimbang sampel dan memasukkanya ke dalam
tanur selama 4-6 jam pada suhu 600oC, memasukkan ke dalam eksikator
selama 15 menit, menimbangnya dan menghitungnya dengan rumus:
KcBO = (BO
Pemberian – B0 Sisa) – BO Feses x
100 %
BO Pemberian – BO Sisa
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Konsumsi BK dan BO, KcBK, KcBO dan PBBH Kambing PE
Parameter
|
Hasil
|
Literatur
|
Konsumsi Bahan Kering (g)
|
674,46
|
641,80*
|
Konsumsi Bahan
Organik (g)
|
639,08
|
608,13*
|
KcBK (%)
|
69,52
|
79,97**
|
KcBO (%)
|
78,47
|
82,65**
|
PBBH
(g)
|
146,00
|
50-150***
|
Sumber : Data Primer Hasil
Praktikum Ransum Ruminansia, 2015.
Yusuf 2014*
Aryanto,2013**
Sadi, 2014***
4.1. Konsumsi
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh
bahwa konsumsi bahan kering (BK) dari kambing Peranakan Etawa (PE) adalah
674,46 g dan konsumsi bahan organik (BO)
sebesar 639,08 g. Konsumsi bahan kering
kambing PE lebih tinggi dibanding dengan penelitian Yusuf (2014) yaitu 641,80
g/ekor/hari, dan konsumsi
bahan organik sebesar 608,13 g/ekor/hari.
Konsumsi BK dapat dipengaruhi oleh umur
ternak, kesehatan ternak, kualitas pakan, dan ukuran tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanihuruk
et al. (2006) bahwa Konsumsi pakan pada kambing dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya umur ternak, bobot badan ternak, selera
ternak, kesehatan
ternak, palabilitas ransum, jenis
bahan pakan, bentuk pakan, aroma
bahan pakan, kondisi fisiologis
ternak dan suhu lingkungan ternak.
Konsumsi bahan organik ternak akan
menentukan dari konsumsi bahan kering, dimana keduanya saling berkaitan erat. Hal
ini sesuai dengan pendapat Cakra et
al. (2005) dalam Aryanto et al. (2013) bahwa bahan
organik berkaitan erat dengan bahan kering, konsumsi bahan organik ditentukan
oleh jumlah konsumsi bahan kering pakan. Konsumsi
pakan bahan kering dan bahan organik ternak kambing akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu umur
ternak, kesehatan ternak, jenis bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan
ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanihuruk et al. (2006) bahwa Konsumsi pakan pada kambing dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya umur ternak, bobot badan ternak, selera
ternak, kesehatan
ternak, palabilitas ransum, jenis
bahan pakan, bentuk pakan, aroma
bahan pakan, kondisi fisiologis
ternak dan suhu lingkungan ternak.
4.2. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering (KcBK) kambing Peranakan Etawa perlakuan T4
adalah sebesar 69,52%. KcBK kambing PE T4 yang diperoleh tersebut
lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian Aryanto et al.
(2013) sebesar 79,97%. Kecernaan yang rendah dipengaruhi oleh jenis
pakan yang dikonsumsi oleh kambing, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan
dan mikroba yang ada dalam rumen. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hermiyati (2004) yang
menyatakan tingkat KcBK pada ternak akan dipengaruhi oleh komposisi
bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan
lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf
pemberian pakan. Zakariah (2012)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi KcBK adalah spesies ternak, umur,
kandungan nutrisi bahan pakan, kandungan serat kasar, komposisi pakan, level
pakan dan minum.
4.3. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik (KcBO) pada kambing PE perlakuan T4 adalah
sebesar 78,47%. Kecernaan bahan organik ini
lebih rendah dibanding hasil penelitian Aryanto et al. (2013)
yaitu sebesar 82,38%. KcBO ternak dipengaruhi
oleh konsumsi bahan organik. Jumlah konsumsi bahan kering akan mempengaruhi KcBO.
Raharjo et al. (2013) menyatakan bahwa BK mempunyai komposisi kimia yang
sama dengan BO ditambah abu,
yang berarti bahwa
jumlah konsumsi BK akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi BO. Banyaknya
konsumsi BK akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga jika
konsumsi BO meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien.
KcBO ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bentuk pakan,
aroma dan rasa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Simanihuruk et
al. (2006) yang menyatakan bahwa nilai KcBO dapat
dipengaruhi oleh umur
ternak, bobot badan ternak, selera ternak, kesehatan ternak, palabilitas ransum, jenis
bahan pakan, bentuk pakan, aroma
bahan pakan, kondisi fisiologis
ternak dan suhu lingkungan ternak.
4.4. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh bahwa PBBH dari kambing PE jantan
lepas sapih adalah 0,146 kg,
dari bobot badan awal 16,045
kg dan bobot akhir 17,215 Kg. PBBH yang diperoleh telah mencapai standar. Sadi
(2014) menyatakan bahwa rata-rata nilai PBBH untuk kambing PE adalah 50 – 150
g/hari. PBBH kambing PE yang diperoleh telah mencapai standar hal ini karena
pakan yang diberikan beragam dan waktu pemberian tepat sehinggaa menyebabkan
konsumsi ternak tinggi sehinggi PBBH juga tinngi. PBBH dapat dipengaruhi oleh
nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur, bangsa, jenis kelamin,
pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Yustendi et al. (2013) bahwa PBBH ternak dapat
dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur, bangsa,
jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan ternak.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilaksanakan pada kambing PE T4 diperoleh bahwa konsumsi bahan kering dan bahan
organik kambing PE lebih tinggi dari hasil litertur. Faktor
yang mempengaruhi konsumsi seekor kambing adalah kandungan energi dan protein
dalam pakan. Kecernaan bahan kering dan bahan organik lebih rendah dari literatur.
PBBH
yang diperoleh sesuai dengan standar dari litertur. PBBH
dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur,
bangsa, jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan ternak.
5.2. Saran
Dalam pelaksanaan praktikum sebaiknya setiap praktikan bisa
aktif dalam melakukan praktikum tidak hanya menggantungkan pada satu orang
anggotanya saja, dan sebaiknya pembuatan laporan tidak hanya menggunakan satu
perlakuan dari yang didapat tetapi menggunakan hasil dari semua perlakuan
sehingga bisa dibandingkan hasil dari semua perlakuan yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, U. 2000.
Pengaruh Penggunaan Onggok Dan Isi Rumen Sapi Dalam Pakan Komplit Terhadap Penampilan
Kambing Peranakan Etawa. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan,Universitas Islam Malang. 1-10.
Andoko,
A dan Warsito. 2013. Beternak Kambing Unggul. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Aryanto, B.
Suwignyo dan Panjono. 2013. Efek pengurangan dan pemenuhan kembali jumlah pakan
terhadap konsumsi dan kecernaan bahan pakan pada kambing Kacang dan Peranakan
Etawa. Buletin Peternakan. 37(1): 12 - 18.
Ekawati, E., A.
Muktiani dan Sunarso. 2014. Efisiensi dan kecernaan ransum domba yang diberi
silase ransum komplit eceng gondok ditambahkan starter Lactobacillus plantarum. Agripet. 14 (2) : 107 – 114.
Haryanto,
B. 2009. Inovasi teknologi pakan ternak
dalam sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah mendukung upaya
peningkatan produksi daging. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3): 163 – 176.
Hermiyati.
2004. Pengaruh Imbangan Jerami Padi Fermentasi dengan Konsentrat terhadap
Kecernaan Bahan Organik dan Bahan Kering dalam Ransum Domba Lokal Jantan.
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta (Skripsi)
Iswoyo dan
Widiyaningrum. 2008. Pengaruh jarak waktu pemberian pakan konsentrat dan hijauan
terhadap produktivitas kambing Peranakan Etawa lepas sapih. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan 11(2) : 70 - 74.
Kusuma,
Bondan Danu dan Irmansyah. 2009.
Menghasilkan Kambing Peranakan Etawa Jawara Kontes. PT Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Mastika I.M., A.W. Puger,
I.K.M. Budiasa dan M. Nuriyasa. 2012. Peran pepohonan dalam peningkatan
produksi Ternak.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bali. Pastura
2(2) : 88 – 92.
Mathius,
I.W., I. B. Gaga, dan I. K. Sutama. 2002. Kebutuhan Kambing PE Jantan Muda akan
Energi dan Protein Kasar, Konsumsi, Kecernaan, Ketersediaan dan Pemanfaatan
Nutrien. J. Ilmu Ternak Veteriner. 7(2):99-109
Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2010. Penggemukan Kambing Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Puastuti W.
2007. Teknologi pemrosesan bulu Ayam dan pemanfaatannya sebagai sumber protein
pakan ruminansia. Balai Penelitian Ternak. 17
(2) : 53 – 60.
Raharjo,
A.T. W., W. Suryapratama, dan T. Widiyastuti. 2013. Pengaruh imbangan
rumput lapang – konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik
secara in vitro. J. Ilmiah Peternakan 1(3) : 796-803.
Sadi,
R. 2014. Performans Kambing Marica Dan
Kambing Peranakan Etawa (PE) Betina Yang Di Pelihara Secara Intensif. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
(Skripsi).
Sarwono, B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Panebar
Swadaya. Jakarta.
Simanihuruk, K.,
Komang G. W., dan Simon P. G. 2006. Pengaruh taraf kulit buah markisa (Passiflora edulis Sims f. edulis Deg) sebagai campuran pakan
kambing Kacang: I. konsumsi, kecernaan dan retensi nitrogen. Institut Pertanian
Bogor, Bogor. 11 (2): 97-105.
Sudarmono, A.S.,
dan Sugeng, Y.B. 2008. Sapi Potong
Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis dan Analisis Penggemukan.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharti, S., D. A. Astuti dan E. Wina. 2009. Kecernaan nutrien dan performa produksi sapi
potong peranakan ongole (po)
yang diberi tepung lerak (sapindus rarak) dalam ransum. J. Ilmu Ternak Veteriner. 14 (3): 200 – 207.
Suparman.
2007. Beternak Kambing. Azka Press, Jakarta.
Suprapto
H, FM. Suhartati dan Titin Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat kasar dan lemak
kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda pada kambing
Peranakan Etawa lepas sapih. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto. J. Ilmiah Peternakan 1 (3):93.
Widodo,
A. R., H. Setiawan,.Sudiyono, Sudibya dan R. Indreswari. 2013. Kecernaan
nutrien dan performa puyuh (Coturnix
coturnix japonica) jantan yang diberi
ampas tahu fermentasi dalam ransum. J. Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1): 51 – 57.
Wirawan, I., W. I M. Mudita., I.G.L.O.
Cakra, N.M. Witariadi., dan N.W. Siti. 2008. Kecernaan nutrien Kambing
Peranakan Etawa yang diberi pakan dasar rumput lapangan disuplementasi dengan
dedak padi. Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Yustendi, D., Dasrul dan D. Rachmad.2013.
Penambahan Tepung Daun Katuk (Saurupus Androgynus L. Merr) dalam Ransum
Terhadap Pertambahan Berat Badan dan Lingkar Scrotum Kambing Jantan Peranakan
Etawa. J. Agripet 13(2): 7-16
Yusuf, Roosena.
2014. Kecernaan protein ransum Kambing Peranakan Etawa akibat perbedaan level
protein ransum. J. Bioma. 3 (1):
1-15