Kamis, 19 Mei 2016

Ransum Ruminansia


BAB I
PENDAHULUAN
Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan ternak ruminansia kecil hasil dari persilangan kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing PE memiliki ciri kuping pendek menggantung, memiliki tanduk kecil, warna bulu tunggal yaitu putih, coklat atau hitam maupun campuran ketiganya.  Kambing PE merupakan bangsa dari ternak perah.  Pakan merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan pada ternak, berupa bahan organik maupun anorganik.  Kualitas pakan ternak dapat dilihat pada besarnya konsumsi dan kecernaan bahan pakan tersebut. Kecernaan yang tinggi menunjukkan besarnya efisiensi penggunaan pakan oleh ternak.  Kecernaan pakan dapat diketahui melalui kecernaan in vivo.  Kecernaan in vivo merupakan cara penentuan kecernaan pakan dengan menggunakan ternak percobaan dengan analisis pada pakan dan feses.  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan diantaranya spesies ternak, umur, pakan, komposisi ransum, bentuk fisik pakan, dan perlakuan pakan.
Tujuan dari praktikum Ransum Ruminansia praktikan dapat mengetahui hubungan antara konsumsi dengan kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) pada ternak ruminansia khususnya pada kambing PE. Manfaat praktikum ini adalah praktikan mengetahui hubungan konsumsi dengan kecernaan bahan kering dan bahan organik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.    Kambing Peranaka Etawa (PE)
          Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa yang berasal dari India dengan kambing lokal yaitu kambing Jawa Randu.  Kambing PE memiliki ciri-ciri memiliki wajah berbentuk oval, telinga panjang, warna umumnya hitam dan putih, baik kambing jantan maupun betina memiliki tanduk, kaki panjang dan pada pangkal kaki belakang terdapat rambut yang panjang (Suparman, 2007).  Berat badan kambing PE jantan dapat mencapai 40 kg dan Betina 35 kg. Produk utama kambing PE adalah susu, dapat memproduksi susu 0,8 – 2,5 liter per hari (Kusuma dan Irmansyah, 2009). Kambing PE mampu beranak 3 kali per tahun.  Jumlah anak perkelahiran berwariasi antara 1 – 3 dan rata-rata 2 ekor per kelahiran (Sarwono, 2008).

2.2.    Pakan Ruminansia
          Pakan ruminansia yang biasa diberikan adalah dalam bentuk hijauan dan konsentrat.  Pakan ruminansia yang berupa hijauan diberikan pada ternak dalam keadaan yang masih segar.  Hijauan yang diberikan pada ternak dapat berupa rumput dan legum. (Sudarmono dan sugeng, 2008).  Konsumsi ideal hijauan kambing berkisar 10-15% dari bobot badannya (Andoko dan Warsito, 2013).
          Konsentrat merupakan pakan penguat.  Pemberian konsentrat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak kambing yang tidak terdapat dalam pakan hijauan Konsentrat terdiri dari beberapa bahan pakan seperti molases, bekatul dan tepung ikan (Andoko dan Warsito, 2013).  Pemberian konsentrat pada kambing didahului dengan pemberian hijauan terlebih dahulu (Sarwono, 2008).

2.3.    Sumber Protein Ruminansia
          Sumber protein pada ruminansia terdapat dua jenis yaitu sumber protein hewani dan sumber protein nabati.  Pakan dengan sumber protein nabati maupun hewani mempunyai kandungan nutrisi yang sama besarnya sehingga mikroba yang ada di dalam rumen akan bekerja dalam kondisi yang sama, contoh dari sumber protein hewani adalah onggok dan bungkil kedelai (Suprapto et al, 2013).  Sumber protein nabati juga dapat diperoleh dari tanaman pakan leguminosa, contohnya adalah daun gamal (Mastika et al, 2012).
          Sumber protein pada ruminansia dengan jenis protein hewani yang berasal dari tepung ikan mempunyai kecernaan serat kasar yang lebih tinggi karena kandungan asam amino essensial pada tepung ikan lebih tinggi sehingga mampu menstimulir perkembangan bakteri rumen (Suprapto et al, 2013).  Sumber protein pakan konvensional seperti  bungkil kedelai, tepung ikan dan tepung daging tulang sebagian besar merupakan bahan pakan yang diimpor, sehingga harganya mahal. Salah satu sumber protein hewani alternatif adalah tepung bulu ayam karena jumlahnya yang sangat banyak didapat dari RPA jika diolah dengan benar bisa dimanfaatkan (Puastuti 2007).


2.4.    Konsumsi
Konsumsi merupakan banyaknya pakan atau ransum yang dimakan ternak yang didapatkan dari selisih antara jumlah pemberian pakan atau ransum pagi, siang dan sore hari dengan sisa pakan atau ransum, konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi bahan organik (BO) juga diperoleh dari selisih pakan yang diberikan dan sisa pakan dikalikan %BK atau %BO pakan (Ali, 2000) dan (Mathius et al., 2002).  Bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering. BO merupakan bagian terbesar dari bahan kering, sehingga jumlah konsumsi bahan organik ditentukan oleh jumlah konsumsi BK pakan (Cakra et al., 2005) dalam (Aryanto et al., 2013).  
          Konsumsi pakan menunjukkan nilai dari palatabilitas pakan dan kualitas pakan, serta palatabilitas mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi, peningkatan konsumsi BK akan diikuti oleh peningkatan nutrien dalam ransum (Yustendi et al., 2013).  Konsumsi pakan digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok, dan meningkat sejalan dengan perkembangan kondisi dan tingkat produksi yang dihasilkannya (Aryanto et al., 2013).  
          Konsumsi pakan pada kambing dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur ternak, bobot badan ternak, selera ternak, kesehatan ternak, palabilitas ransum, jenis bahan pakan, bentuk pakan, aroma bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan ternak (Simanihuruk et al., 2006). Banyaknya pakan yang diperlukan kambing sangat tergantung dari total berat badan dan kemampuan memakan (Mulyono dan Sarwono 2010).  Konsumsi bahan kering dan bahan organik pada ternak kambing berkisar antara 2,8 – 4,9% dari bobot badan (Yusuf, 2014).

2.5.    Kecernaan Invivo
          Tujuan teknik in vivo yaitu untuk mengevaluasi kecernaan nutrien dan performa produksi pada kambing Peranakan Etawa (Suharti, 2009).  Pemberian pakan hijauan dengan membuat silase dapat meningkatkan nilai kecernaan apabila diberikan secara in vivo (Haryanto, 2009).  Uji kecernaan in vivo dapat menggunakan metode total koleksi pengukuran konsumsi ransum pakan dan penimbangan feses yang dilakukan setiap hari dengan cara menimbang sisa pakan dan menimbang feses yang ada di bawah kandang, setiap 2 jam feses di semprot menggunakan HCl 0,2 N, lalu setiap pagi sisa ransum dan feses ditimbang sebagai berat segar kemudian dijemur untuk mendapatkan hasil berat kering udara (Widodo, 2013).
   Nilai kecernaan bahan kering menunjukkan seberapa nilai nutrisi pakan yang dicerna ternak.  Kecernaan bahan kering berhubungan erat dengan kecernaan bahan organik (Aryanto et al., 2013).  Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah spesies, umur, kandungan nutrisi bahan pakan, kandungan serat kasar, komposisi pakan, level pakan dan minum (Zakariah, 2012).
Nilai kecernaan bahan organik yang rendah disebabkan karena konsumsi bahan kering juga rendah.  Jumlah konsumsi bahan kering akan mempengaruhi kecernaan bahan organik (Aryanto et al., 2013).  Bahwa bahan kering mempunyai komposisi kimia yang sama dengan bahan organik ditambah abu, yang berarti bahwa jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bahan organik.  Bahan kering yang dikonsumsi akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga jika konsumsi bahan organik meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien (Raharjo et al., 2013).    Kecernaan bahan organik ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur ternak, bobot badan ternak, selera ternak, kesehatan ternak, palabilitas ransum, jenis bahan pakan, bentuk pakan, aroma bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan ternak (Simanihuruk et al., 2006).

2.6.    Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk mengevaluasi kualitas bahan pakan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan dari zat–zat pakan yang diberikan (Hatmono dan Hastoro 1997) dalam (Sadi, 2014).  Pertambahan bobot badan pada ternak dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur, bangsa, jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan  kesehatan (Yustendi et al, 2013) dan (Sadi, 2014).   Palatabilitas pakan yang baik dapat digunakan untuk hidup pokok dan produksi pertambahan bobot badan (Ekawati et al., 2014).
BAB III
MATERI METODE
          Praktikum Ransum Ruminansia dengan materi Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik secara In Vivo dilaksanakan hari Kamis tanggal 11 Juni 2015 samapai Jumat 19 Juni 2015 pukul 06.00 WIB dan 16.30 WIB di Kandang Digesti dan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1.    Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Ransum Ruminansia dengan materi Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik secara In Vivo kandang yang berfungsi sebagai kandang ternak, tempat pakan dan minum, timbangan untuk menimbang ternak dan untuk menimbang pakan, tempat penampung feses dan urin yang digunakan untuk menampung feses dan urin, semprotan yang berfungsi untuk tempat HCl yang akan disemprotkan ke feses, gelas ukur yang digunakan untuk mengukur jumlah urin, oven yang digunakan untuk mengoven bahan pakan dan feses untuk dianalisis kadar bahan kering, tanur digunakan untuk menanur bahan pakan dan feses yang akan digunakan untuk analisis kadar bahan organik, serta eksikator.
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ransum Ruminansia yaitu kambing Peranakan Etawa sebagai objek pengamatan.  Pakan yang berupa hijauan rumput dan legum (gamal) dan konsentrat terdiri dari bahan pakan onggok, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan dan tetes.  Larutan HCl yang digunakan untuk menyemprot feses dan urin.

Table 1. Komposisi Ransum Kambing Peranakan Etawa T4
No
Bahan
%Bahan
PK
LK
SK
TDN
1
Rumput lapang
40,00
2,68
0,72
13,68
22,48
2
Onggok
28,23
0,80
0,19
2,33
21,81
3
Dedak padi
10,00
1,00
0,23
1,85
5,55
4
Bungkil kedelai
5,00
2,40
0,28
0,31
4,07
5
Tepung ikan
11,77
7,20
0,85
0,30
6,98
6
Tetes
5,00
0,16
0
0
3,54
Jumlah 
100,00
14,23
2,28
18,47
64,42
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2015.

3.2.    Metode
          Metode yang dilakukan dalam praktikum yaitu menimbang bobot badan awal ternak dengan menggunakan timbangan, menghitung kebutuhan pakan ternak, memberikan pakan konsentrat dan setelah 2 jam hijauan sesuai kebutuhan yang telah dihitung, melakukan sanitasi kandang setiap hari, menimbang sisa pakan setiap pagi dan dijemur, menimbang berat sisa pakan yang telah dijemur, total koleksi feses dan urin dilakukan mulai hari keempat sampai hari terakhir.
            Memberikan pakan konsumsi pada ternak sesuai kebutuhan yang telah dihitung yang diberikan tiga kali sehari dengan komposisi hijauan dan kosentrat selama pemeliharaan.  Menimbang pemberian dan sisa pakan setiap hari selama pemeliharaan.  Menghitung konsumsi pakan ternak dengan rumus :
Konsumsi Pakan = Jumlah pakan Pemberian – Jumlah Pakan Sisa
Metode koleksi urin yaitu menampung urin mulai hari ke-3 sampai hari terakhir, dengan menampung urin menggunakan ember yang sebelumnya dituangkan HCl, mengukur volume urin setiap harinya dengan menggunakan gelas ukur, mengambil sampel 10% dari total volume urin dan dimasukkan dalam botol dengan memberi label kode kambing dan hari lalu dimasukkan dalam frezer.
            Metode koleksi feses yaitu menampung feses dengan menggunakan tempat penampung feses dari hari ke-3 sampai terakhir, menyemprot dengan HCl, setiap 2 jam sekali.  Menimbang berat segar dan menjemurnya selama total koleksi dan menimbang berat kering udranya. Homogenisasi dan mengambil sempel untuk dianalsis, kemudian dihaluskan dan dianalisisa.
            Selanjutnya melakukan analisis BK dan BO pada pakan pemberian, sisa pakan dan feses dengan menggunakan masing-masing sampel secara duplo. Metode analisis bahan kering yaitu menimbang Crucible Porseline, menimbang sampel dan memasukkanya ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 120oC, memasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit, menimbangnya dan menghitung dengan rumus:
KcBK =  (BK Pemberian – BK Sisa) – BK Feses  x 100 %
                          BK Pemberian – BK Sisa
            Metode analisis bahan organik yaitu menimbang Crucible Porseline, menimbang sampel dan memasukkanya ke dalam tanur selama 4-6 jam pada suhu 600oC, memasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit, menimbangnya dan menghitungnya dengan rumus:
KcBO  =   (BO Pemberian – B0 Sisa) – BO Feses  x 100 %
                 BO Pemberian – BO Sisa

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Konsumsi BK dan BO, KcBK, KcBO dan PBBH Kambing PE
Parameter
Hasil
Literatur
Konsumsi Bahan Kering (g)
674,46
641,80*
Konsumsi Bahan Organik (g)
639,08
608,13*
KcBK (%)
69,52
79,97**
KcBO (%)
78,47
82,65**
PBBH (g)
146,00
50-150***
Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Ransum Ruminansia, 2015.
                 Yusuf 2014*
                 Aryanto,2013**
                 Sadi, 2014***

4.1.    Konsumsi
          Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa konsumsi bahan kering (BK) dari kambing Peranakan Etawa (PE) adalah 674,46 g dan konsumsi bahan organik  (BO) sebesar 639,08 g.  Konsumsi bahan kering kambing PE lebih tinggi dibanding dengan penelitian Yusuf (2014) yaitu 641,80 g/ekor/hari, dan konsumsi bahan organik sebesar 608,13 g/ekor/hari.  Konsumsi BK dapat dipengaruhi oleh umur ternak, kesehatan ternak, kualitas pakan, dan ukuran tubuh ternak.  Hal ini sesuai dengan pendapat Simanihuruk et al. (2006) bahwa Konsumsi pakan pada kambing dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur ternak, bobot badan ternak, selera ternak, kesehatan ternak, palabilitas ransum, jenis bahan pakan, bentuk pakan, aroma bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan ternak.
          Konsumsi bahan organik ternak akan menentukan dari konsumsi bahan kering, dimana keduanya saling berkaitan erat.  Hal ini sesuai dengan pendapat Cakra et al. (2005) dalam Aryanto et al. (2013) bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering, konsumsi bahan organik ditentukan oleh jumlah konsumsi bahan kering pakan.  Konsumsi pakan bahan kering dan bahan organik ternak kambing akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur ternak,  kesehatan ternak, jenis bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan ternak.  Hal ini sesuai dengan pendapat Simanihuruk et al. (2006) bahwa Konsumsi pakan pada kambing dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur ternak, bobot badan ternak, selera ternak, kesehatan ternak, palabilitas ransum, jenis bahan pakan, bentuk pakan, aroma bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan ternak.

4.2.    Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
          Kecernaan bahan kering (KcBK) kambing Peranakan Etawa perlakuan T4 adalah sebesar 69,52%. KcBK kambing PE T4 yang diperoleh tersebut lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian Aryanto et al. (2013) sebesar 79,97%. Kecernaan yang rendah dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi oleh kambing, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan dan mikroba yang ada dalam rumen.  Hal ini sesuai dengan pendapat Hermiyati (2004) yang menyatakan tingkat KcBK pada ternak akan dipengaruhi oleh komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan. Zakariah (2012) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi KcBK adalah spesies ternak, umur, kandungan nutrisi bahan pakan, kandungan serat kasar, komposisi pakan, level pakan dan minum.

4.3.    Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik (KcBO) pada kambing PE perlakuan T4 adalah sebesar 78,47%.  Kecernaan bahan organik ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Aryanto et al. (2013) yaitu sebesar 82,38%.  KcBO ternak dipengaruhi oleh konsumsi bahan organik. Jumlah konsumsi bahan kering akan mempengaruhi KcBO. Raharjo et al. (2013) menyatakan bahwa BK mempunyai komposisi kimia yang sama dengan BO ditambah abu, yang berarti bahwa jumlah konsumsi BK akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi BO.  Banyaknya konsumsi BK akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga jika konsumsi BO meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien.
KcBO ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bentuk pakan, aroma dan rasa.  Hal ini sesuai dengan pendapat Simanihuruk et al. (2006) yang menyatakan bahwa nilai KcBO dapat dipengaruhi oleh umur ternak, bobot badan ternak, selera ternak, kesehatan ternak, palabilitas ransum, jenis bahan pakan, bentuk pakan, aroma bahan pakan, kondisi fisiologis ternak dan suhu lingkungan ternak.

4.4.    Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
          Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh bahwa PBBH dari kambing PE jantan lepas sapih adalah 0,146 kg, dari bobot badan awal 16,045 kg dan bobot akhir 17,215 Kg.   PBBH yang diperoleh telah mencapai standar. Sadi (2014) menyatakan bahwa rata-rata nilai PBBH untuk kambing PE adalah 50 – 150 g/hari. PBBH kambing PE yang diperoleh telah mencapai standar hal ini karena pakan yang diberikan beragam dan waktu pemberian tepat sehinggaa menyebabkan konsumsi ternak tinggi sehinggi PBBH juga tinngi. PBBH dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur, bangsa, jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan ternak.  Hal ini sesuai dengan pendapat Yustendi et al. (2013) bahwa PBBH ternak dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur, bangsa, jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan ternak.
                                                                               BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1.    Simpulan
          Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan pada kambing PE T4 diperoleh bahwa konsumsi bahan kering dan bahan organik kambing PE lebih tinggi dari hasil litertur.  Faktor yang mempengaruhi konsumsi seekor kambing adalah kandungan energi dan protein dalam pakan. Kecernaan bahan kering dan bahan organik lebih rendah dari literatur.  PBBH yang diperoleh sesuai dengan standar dari litertur.  PBBH dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dan palatabilitas pakan serta umur, bangsa, jenis kelamin, pengelolaan, komsumsi pakan, dan kesehatan ternak.

5.2.    Saran
          Dalam pelaksanaan praktikum sebaiknya setiap praktikan bisa aktif dalam melakukan praktikum tidak hanya menggantungkan pada satu orang anggotanya saja, dan sebaiknya pembuatan laporan tidak hanya menggunakan satu perlakuan dari yang didapat tetapi menggunakan hasil dari semua perlakuan sehingga bisa dibandingkan hasil dari semua perlakuan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. 2000. Pengaruh Penggunaan Onggok Dan Isi Rumen Sapi Dalam Pakan Komplit Terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawa. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan,Universitas Islam Malang. 1-10.

Andoko, A dan Warsito. 2013. Beternak Kambing Unggul. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Aryanto, B. Suwignyo dan Panjono. 2013. Efek pengurangan dan pemenuhan kembali jumlah pakan terhadap konsumsi dan kecernaan bahan pakan pada kambing Kacang dan Peranakan Etawa. Buletin Peternakan. 37(1): 12 - 18.
Ekawati, E., A. Muktiani dan Sunarso. 2014. Efisiensi dan kecernaan ransum domba yang diberi silase ransum komplit eceng gondok ditambahkan starter Lactobacillus plantarum. Agripet. 14 (2) : 107 – 114.
Haryanto, B. 2009. Inovasi teknologi pakan ternak  dalam sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah mendukung upaya peningkatan produksi daging. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3): 163 – 176.

Hermiyati. 2004. Pengaruh Imbangan Jerami Padi Fermentasi dengan Konsentrat terhadap Kecernaan Bahan Organik dan Bahan Kering dalam Ransum Domba Lokal Jantan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta (Skripsi)
Iswoyo dan Widiyaningrum. 2008. Pengaruh jarak waktu pemberian pakan konsentrat dan hijauan terhadap produktivitas kambing Peranakan Etawa lepas sapih. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan 11(2) : 70 - 74.
Kusuma, Bondan Danu  dan Irmansyah. 2009. Menghasilkan Kambing Peranakan Etawa Jawara Kontes. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Mastika I.M., A.W. Puger, I.K.M. Budiasa dan M. Nuriyasa. 2012. Peran pepohonan dalam peningkatan produksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bali. Pastura 2(2) : 88 – 92.
Mathius, I.W., I. B. Gaga, dan I. K. Sutama. 2002. Kebutuhan Kambing PE Jantan Muda akan Energi dan Protein Kasar, Konsumsi, Kecernaan, Ketersediaan dan Pemanfaatan Nutrien. J. Ilmu Ternak Veteriner. 7(2):99-109
Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2010. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Puastuti W. 2007. Teknologi pemrosesan bulu Ayam dan pemanfaatannya sebagai sumber protein pakan ruminansia. Balai Penelitian Ternak. 17 (2) : 53 – 60.

Raharjo, A.T. W., W. Suryapratama, dan T. Widiyastuti. 2013. Pengaruh imbangan rumput lapang – konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro. J. Ilmiah Peternakan 1(3) : 796-803.

Sadi, R. 2014. Performans Kambing Marica Dan Kambing Peranakan Etawa (PE) Betina Yang Di Pelihara Secara Intensif. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. (Skripsi).

Sarwono, B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Panebar Swadaya. Jakarta.

Simanihuruk, K., Komang G. W., dan Simon P. G. 2006. Pengaruh taraf kulit buah markisa (Passiflora edulis Sims f. edulis Deg) sebagai campuran pakan kambing Kacang: I. konsumsi, kecernaan dan retensi nitrogen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 11 (2): 97-105.

Sudarmono, A.S., dan Sugeng, Y.B. 2008. Sapi Potong Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis dan Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suharti, S., D. A. Astuti dan E. Wina. 2009. Kecernaan nutrien dan performa produksi sapi potong peranakan ongole (po) yang diberi tepung lerak (sapindus rarak) dalam ransum. J. Ilmu Ternak Veteriner. 14 (3): 200 – 207.

Suparman. 2007. Beternak Kambing. Azka Press, Jakarta.

Suprapto H, FM. Suhartati dan Titin Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat kasar dan lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda pada kambing Peranakan Etawa lepas sapih. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. J. Ilmiah Peternakan 1 (3):93.

Widodo, A. R., H. Setiawan,.Sudiyono, Sudibya dan R. Indreswari. 2013. Kecernaan nutrien dan performa puyuh (Coturnix coturnix japonica) jantan yang diberi ampas tahu fermentasi dalam ransum. J. Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1): 51 – 57.

Wirawan, I., W. I M. Mudita., I.G.L.O. Cakra, N.M. Witariadi., dan N.W. Siti. 2008. Kecernaan nutrien Kambing Peranakan Etawa yang diberi pakan dasar rumput lapangan disuplementasi dengan dedak padi. Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

Yustendi, D., Dasrul dan D. Rachmad.2013. Penambahan Tepung Daun Katuk (Saurupus Androgynus L. Merr) dalam Ransum Terhadap Pertambahan Berat Badan dan Lingkar Scrotum Kambing Jantan Peranakan Etawa. J.  Agripet 13(2): 7-16

Yusuf, Roosena. 2014. Kecernaan protein ransum Kambing Peranakan Etawa akibat perbedaan level protein ransum. J. Bioma. 3 (1): 1-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar