Kamis, 19 Mei 2016

Ransum Unggas Non Ruminansia

BAB I
PENDAHULUAN
Ternak itik merupakan salah satu ternak unggas air yang berkembang cukup baik di indonesia. Ternak itik memiliki potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur dan daging. Itik Tegal merupakan jenis atau bangsa itik asli Indonesia yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Itik Tegal banyak dibudidayakan untuk dimanfaatkan telurnya, sedangkan itik jantan dimanfaatkan dagingnya. Itik betina sebagai produksi daging pada masa afkir. Populasi itik tegal di Indonesia banyak dibudidayakan di pulau jawa, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Itik tegal di Jawa Tengah memiliki populasi kurang lebih sekitar 3.074.011 ekor (Badan Pusat Statistik, 2013).
Karakakteristik itik tegal yaitu memiliki tubuh langsing mirip dengan botol, kaki tegak, warna bulu didominasi dengan warna putih polos, coklat muda sampai coklat kehitaman, warna paruh dan kaki putih, jingga, hitam kehijauan, atau kecoklatan.  Itik dalam berproduksi membutuhkan nutrisi, yang diperoleh dari bahan pakan dalam ransum, nutrisi tersebut berupa protein dan energi metabolis. Protein dan energi dibutuhkan ternak untuk hidup pokok, aktivitas, pertumbuhan jaringan dan berproduksi. 
Pemberian ransum pada itik dilakukan dengan tanpa penambahan probiotik dan dengan penambahan pobriotik. Probiotik adalah substrat dalam bentuk mikroorganisme yang dicampurkan dalam pakan untuk menyeimbangkan mikroorganisme dalam sistem pencernaan. Fungsi probiotik pada ransum akan menaikkan nilai daya kecernaan itik dibandingkan tanpa penambahan probiotik. Manfaat probiotik dalam ransum untuk memacu pertumbuhan ternak.
   Tujuan dari praktikum adalah untuk mengamati pengaruh pemberian probiotik dalam ransum terhadap tingkat kecernaan protein, pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum pada itik tegal jantan. Manfaat dari praktikum adalah dapat mengetahui pengaruh pemberian probiotik dalam ransum terhadap tingkat kecernaan protein, pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum pada itik tegal jantan.
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.    Itik Tegal  
          Itik tegal merupakan itik lokal yang ada di Indonesia, memiliki karakteristik tubuh langsing mirip dengan botol, kaki untuk berjalan tegak, dan warna pada bulu didominasi warna putih polos, coklat muda sampai coklat kehitaman, dengan paruh dan kaki umumnya berwarna putih jingga, hitam kehijauan, atau kecoklatan, itik tegal betina dikenal sebagai penghasil telur yang baik dan untuk itik jantannnya berpotensi untuk pengghasil daging (Andoko dan Sartono, 2013).  Itik petelur memiliki tiga periode yaitu periode starter  berumur 0 sampai 8 minggu, periode  grower berumur 9 sampai 20 minggu dan untuk periode layer  berumur lebih dari 20 minggu (Ketaren, 2002).
Itik tegal baik jantan maupun betina memiliki manfaat bagi manusia. Produk dari itik jantan dimanfaatkan sebagai pedaging dan betina sebagai petelur. Produktivitas telur itik dapat mencapai 250/ekor/tahun dan bobot telur mencapai 70 g (Andoko dan Sartono, 2013).  Itik tegal jantan sampai dengan umur 8 minggu bobot tubuhnya sekitar 1,2 – 1,4 kg tergantung dengan bobot badan induk saat awal tetas (Ismoyowati et al., 2006).

2.2.    Kebutuhan Nutrien Itik Tegal
          Kebutuhan nutrien dari fase starter, grower dan finisher pada itik tegal adalah sebagai berikut:
          Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Itik Tegal
Nutrisi
Periode

Starter
Grower
Finisher
Protein kasar (%)
18
16
16
Em (kkal/kg)
2860
2930
2875
Kalsium
0,65
0,60
2,75
Fosfor
0,40
0,30
-
Sumber: NRC, 1994.
          Nutrien pada unggas  setiap periode berbeda – beda, pada itik berbeda dengan ayam. Nutrien yang dibutuhkan pada itik betina berbeda dengan itik jantan. Kebutuhan gizi atau nutrien berupa protein pada itik petelur (betina) periode starter sebesar 15-20%, periode grower 15-18% dan layer 17-19%, kebutuhan energi berupa EM periode starter 3100 kkal/kg, periode grower 2700 kkal/kg dan layer 2700 kkal/kg dalam (Ketaren, 2002). Nutrien yang dibutuhkan oleh itik dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah energi, protein, lisin, metionin, mineral, Ca, P, Na, Cl dan vitamin (Sinurat et al., 2000 dalam Margi 2013).
Standar kebutuhan nutrisi pada itik didasarkan pada tujuan dari pemeliharaan yaitu itik pedaging dan itik petelur. Itik pedaging pada umur 0 – 2 minggu memilki kebutuhan protein 22% dan energi 2900 kkal/kg sedangkan pada umur 0 – 7 minggu adalah 16% dan 2900 kkal/kg. Pada itik petelur dibutuhkan protein 15% dan energi 2900 kkal/kg (NRC, 1994). Itik tipe petelur memerlukan zat nutrisi berupa protein 17 sampai 19% dan EM  2900 kkal/kg (Nugraha et al,. 2012).

2.3.    Metode Total Koleksi dengan Kombinasi Indikator
          Metode total koleksi dengan kombinasi indikator merupakan metode kuantitatif yaitu dengan menambahkan indikator dalam ransum dimana indikator tersebut tidak dicerna (Abun, 2007). Total koleksi dimulai saat ekskreta yang mengandung indikator keluar dan dihentikan saat ekskreta tidak mengandung indikator lagi. Ekskreta yang dikoleksi kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basah ekskreta, setelah itu dikeringkan dengan sinar matahari, ditimbang berat keringnya kemudian diambil 50 g sampel yang telah dihomogenkan untuk dianalisis serat kasarnya. Kecernaan serat kasar ransum diukur dengan mencatat total konsumsi ransum dengan indikator dan total ekskreta berindikator yang dikeringkan kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat ekskreta (Fitriyah et al., 2013).
          Selama penampungan ekskreta digunakan HCl (asam klorida) untuk menyemprot ekskreta lalu ditimbang berat basah dan berat kering udara, indikator yang digunakan dalam total koleksi adalah Fe2O3 sebagai penanda indikator dalam total koleksi (Magfiroh, 2012). Total koleksi indikator digunakan untuk menghitung nilai kecernaan protein pada itik. Periode total koleksi adalah periode pengumpulan ekskreta pada akhir percobaan dengan pengeringan dan kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat kecernaan (Prawitasari et al.,2012).
          Fe2O3 adalah bijih besi yang paling banyak dimanfaatkan karena kadar besinya tinggi, mencapai 66% dan kadar kotorannya relatif rendah. Fe2O3 berbentuk serbuk yang berwarna merah gelap, memiliki bilangan koordinasi enam sehingga setiap ion Fe3 di kelilingi oleh 6 ion O2 dan setiap ion O2 di kelilingi oleh empat ion Fe3 (Swardhani et al., 2013). Fe2O3 memiliki beberapa kelebihan diantaranya lebih ramah lingkungan, nontoxicity, stabilitas kimia, kekuatan tinggi dalam pewarnaan dan memiliki daya tahan baik (Septityana et al., 2013). Kelemahan dari penggunaan Fe2O3 adalah mudah rusak ditepat yang bertemperatur tinggi (Kartika, 2014).
2.4.    Probiotik   
          Probiotik adalah pakan tambahan dalam bentuk mikroorganisme hidup yang menguntungkan, melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan, probiotik merupakan substrat mikroorganisme yang diberikan kepada ternak melalui pakan dan memberikan efek positif dengan cara memperbaiki keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan, bila diberikan pada ternak dalam masa pertumbuhan akan berdampak lebih nyata (Rosadi et al., 2013). Probiotik merupakan senyawa yang sangat berguna untuk memacu pertumbuhan unggas. Probiotik yang masuk kedalam saluran pencernaan dapat merangsang pertumbuhan bakteri yang berguna seperti Lactobasillus sp. dan probiotik dapat mengurangi tumbuhnya bakteri patogen seperti bakteri E. coli (Suci, 2013).
Probiotik dapat berbentuk powder, tablet, granula atau pasta dan dapat diberikan kepada ternak secara langsung atau dicampur dengan air atau pakan yang pada umumya dibedakan menjadi dua yaitu yang berasal dari bakteri dan fungi (Fuller, 1992) dalam (Rosadi et al., 2013). Probiotik yang sering digunakan pada temak yaitu Effctive microorganisms-4 (EM-4) dan starbio. Effctive microorganisms-4 merupakan kultur mikroorganisme seperti bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), khamir (Saccharomyces sp) serta Actino mycetes, yang berfungsi meningkatkan populasi mikroorganisme serta meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan produktivitas ternak. Starbio merupakan koloni berbagai bakteri alami seperti bakteri lignolitik, selulolitik, proteolitik dan bakteri nitrogen fiksasi nonsimbiotik yang membantu memecah struktur jaringan yang sulit terurai sehingga zat nutrisi yang dapat diserap tubuh menjadi lebih banyak (Riswandi et al., 2012)
          Keuntungan penggunaan probiotik dalam ransum diantaranya  dapat untuk mencegah reaksi bakteri patogen, merangsang aktivitas peristaltik usus, detoksikasi beberapa komponen makanan yang merugikan dan mengeluarkannya, dan mensuplai enzim membantu mencerna beberapa bahan makanan (Agustina et al., 2013). Probiotik pada unggas dapat memberikan efek menguntungkan seperti menstimulasi produksi enzim pencernaan serta vitamin dan substansi antimikrobial sehingga meningkatkan status kesehatan inangnya (Laksmiwita, 2006).
            Pemberian suplemen probiotik (Lactobacillus) memberikan efek positif pada berat badan akhir sebesar 14,4 %, meningkatkan konsumsi pakan 7,7% dan mampu memperbaiki performan dan produk ternak yang aman dikonsumsi (Ignatova, 2009). Pemberian probiotik sampai pada level 6 g/kg pakan pada berbagai jenis itik juga dapat diperoleh hasil tidak meningkatkan pertumbuhan dan konsumsi pakan (Agustina et al .,2013).

2.5.    Kecernaan Protein Kasar
          Protein merupakan salah satu dari komponen nutrisi dalam pakan yang penting untuk pertumbuhan jaringan, untuk hidup pokok, dan untuk produksi serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan metabolisme (Widodo et al., 2013). Kandungan protein dalam bahan penyusun ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan akan mempengaruhi nilai kecernaan protein (Prawitasari et al., 2012). Ransum yang memiliki kandungan protein rendah, pada umumnya akan memiliki kecernaan protein yang rendah pula dan juga sebaliknya, (Mangisah et al., 2009).
          Kecernaan protein merupakan seberapa banyak protein yang dapat dicerna oleh ternak dan merupakan indikator bioavalability nutrien pakan yang penting. Protein kasar dalam kebanyakan bahan pakan dalam ransum unggas memiliki daya cerna 75 sampai dengan 90% (Widiyastuti et al., 2007).  Kecernaan protein pakan dapat diestimasi dengan analisis kadar protein pakan dan feses, dengan menghitung selisih kadar protein pakan yang terkonsumsi dengan kadar protein feses (AOAC,1984 dalam Widiyastuti et al., 2007)
          Berdasarkan nilai daya cerna protein digolongkan  menjadi  tiga kategori kecernaan protein yaitu kategori rendah dengan kisaran kecernaan 50-60%, sedang  dengan kisaran kecernaan 60-70%, dan tinggi pada nilai kecernaan diatas 70% (Maghfiroh et al., 2012). Kecernaan protein pada itik yang diberi tambahan probiotik akan memiliki nilai lebih tinggi dari kecernaan tanpa menggunakan probiotik, dengan probiotik nilai kecernaan protein akan menjadi lebih tinggi yaitu berada diatas 70% (Prasetya et al., 2013).
          Hasil penelitian pemberian probiotik dalam ransum menunjukkan peningkatan keceranaan protein dari 65,7% menjadi 71,5%, peningkatan  nilai kecernaaan protein karena adanya enzim protese (Prasetya et al., 2013). Pemberian probiotik sebesar 6 g/kg pakan memberikan respon yang baik terhadap kecernaan protein dan pertambahan bobot badan (Rosadi et al., 2013).
          Nilai kecernaan protein pakan pada itik  dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan protein dalam bahan pakan (Widodo et al., 2013). Nilai kecernaan protein dipengaruhi oleh kandungan zat nutrisi dalam ransum serta serat kasar ( Mangisah et al., 2009).


BAB III
MATERI DAN METODE
          Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia dilaksanakan pada tanggal 27 April - 07 Mei 2015 di Kandang Digesti Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1.    Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia meliputi sapu yang digunakan untuk sanitasi kandang, timbangan yang digunakan untuk untuk melakukan penimbangan, tempat minum dan tempat pakan yang digunakan untuk tempat pemberian pakan dan minum itik, lampu yang digunakan untuk memberi penerangan dan penghangat itik, termometer yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam dan luar kandang, kandang battery yang digunakan sebagai kandang saat penampungan ekskreta, trash bag yang digunakan dalam penyusunan ransum, kardus yang digunakan untuk menampung ekskreta itik dan plastik yang digunakan untuk melapisi kardus penampung ekskreta itik.
          Bahan yang digunakan yaitu itik Tegal jantan umur satu minggu masing masing kelompok enam ekor sebagai objek pengamatan praktikum, bahan pakan yang berupa bekatul, jagung pecah, tepung ikan, bungkil kedelai, premix dan PMM yang digunakan ransum untuk itik tegal, air yang digunakan untuk minum itik dan untuk mencuci perlatan tempat pakan dan minum itik, HCL 0,2 N yang digunakan untuk menyemprot ekskreta itik, indikator Fe2O3 yang digunakan sebagai indikator untuk total koleksi dan probiotik sebagai parameter perlakuan kecernaan protein.
Tabel 2. Komposisi Ransum Itik Tegal Jantan
No.
Bahan Pakan
PK bahan pakan
EM bahan pakan
Proporsi
Kadar PK dalam Ransum
Kadar EM dalam ransum
(%)
(Kkal/kg)
(%)
(%)
(Kkal/kg)
1.
Bekatul
11,4
2600
25
2,8500
650
2.
Jagung Pecah
8,6
3321
48
4,1280
1594,08
3.
Tepung Ikan
52,4
2219
8
4,1928
177,52
4.
Bungkil Kedelai
44,3
2900
15
6,6400
435
5.
Premix
0
0
1
0
0
6.
PMM
54,4
2900
3
1,6311
87
Total


100
19,45
2943,6
Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2015.

3.2.    Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia adalah pertama sanitasi kandang, kemudian dilanjutkan dengan memberikan sekam pada kandang, formulasi ransum sesuai dengan kebutuhan itik dan bahan yang pakan yang digunakan (Tabel 2), menimbang bobot awal itik pada saat itik datang dan mencatatnya, memasukkan itik pada kandang masing masing, dan memberika kode sesuai perlakuan, menimbang pakan setiap harinya (300 g) dengan penambahan probiotik untuk (T1), memberikan pakan dan minum itik setiap hari pagi siang dan sore secara adlibitum menimbang sisa pakan tiap paginya dan mencatatnya, mengukur suhu dan kelembaban makro dan mikro kandang setiap harinya pada jam 06.00, jam 12.00 dan jam 18.00 dan mencatatnya pada tabel yang telah disiapkan. Menyiapkan kardus dan plastik untuk tempat penampungan ekskreta, memasukkan dua ekor itik kedalam battery sehari sebelum penampungan, pemberian pakan masih sama tetapi ada penambahan indikator Fe2O3 untuk itik yang dikandang battery pada hari ke 8 dan ke 10, dan pada hari ke 9 tanpa menggunakan indikator, melakukan penampungan ekskreta pada hari ke 8 sampai hari ke 10 dan melakukan penyemprotan ekskreta dengan HCL 0,2 N agar N tidak menguap, menimbang berat basah ekskreta dan menjemur sampai kering lalu menimbang berat kering dan kemudian dianalisis PK serta melakukan perhitungan kecernaan protein kasar dengan rumus:
Kecernaan Protein Kasar = x 100%



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.    Konsumsi Ransum
          Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil konsumsi ransum itik tegal jantan sebagai berikut:
Tabel 3. Konsumsi Ransum Itik Tegal Jantan
Parameter
Perlakuan

T0U2 (kel.2E)
T1U2 (kel.6E)
Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)
15,28
15,43
Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2015.
Hasil praktikum (Tabel 3) diperoleh itik tegal periode starter tanpa penambahan probiotik memiliki tingkat konsumsi ransum harian adalah sebesar 15,28 g/ekor. Konsumsi ransum harian dengan penambahan probiotik sebesar 15,43 g/ekor. Itik dengan perlakuan probiotik memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan karena dengan adanya probiotik aktifitas pencernaan meningkat dengan adanya bantuan mikroorganisme. Perbedaan konsumsi ransum ini karena adanya probiotik, yang fungsinya merangsang pertumbuhan. Laksmiwita (2009) menyatakan bahwa probiotik dalam pakan akan meningkatkan aktivitas pencernaan. Riswandi et al. (2012) menyatakan bahwa probiotik yang ditambahkan dalam ransum itik bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dengan cara mempercepat aktivitas pencernaan. Hasil ini termasuk normal karena standar konsumsi ransum pada itik periode starter adalah antara 15 - 35 g. Windhyarti (2012) menyatakan bahwa standar konsumsi ransum itik periode starter antara 15 – 35 g/ekor/hari.
Pakan yang terkonsumsi memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan bobot badan itik. Agustina et al. (20013) menyatakan bahwa tingkat konsumsi pakan erat hubungannya dengan pertumbuhan, semakin banyak pakan yang dikonsumsi semakin tinggi pertambahan bobot badan yang dihasilkan sehingga mempercepat pertumbuhan. Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu ukuran tubuh, umur dan kandungan energi ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Mangisah et al. (2009) bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum antara lain ukuran tubuh, umur dan kandungan energi ransum. Amrullah (2003) dalam Mangisah et al. (2009) menyatakan unggas dengan bobot badan kecil konsumsi ransumnya lebih sedikit karena kebutuhan hidup pokok lebih sedikit dibanding dengan unggas dengan bobot badan lebih besar.

4.2.    Kecernaan Protein Kasar Itik Tegal Jantan
          Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut:
          Tabel 4. Perbandingan Kecernaan Protein Kasar Itik Tegal Jantan
Parameter
Perlakuan

T0U2 (kel.2E)
T1U2 (kel.6E)
Kecernaan Protein Kasar (%)
68,03
80,78
Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2015.
          Hasil menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar pada itik tegal dengan tanpa perlakuan T0U2 adalah 68,03% dan pada T1U2 adalah 80,78% (Tabel 4). Nilai Kecernaan protein kasar pada itik tegal TOU2 tergolong dalam kategori tingkat kecernaan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Maghfiroh et al. (2012) bahwa nilai daya cerna digolongkan  menjadi  tiga kategori kecernaan yaitu rendah dengan kisaran kecernaan 50 - 60%, sedang dengan kisaran kecernaan 60 sampai 70% dan tinggi pada nilai kecernaan diatas 70%.  Kecernaan protein kasar pada itik tegal dengan perlakuan probiotik T1U2 adalah 80,78%. Nilai Kecernaan protein kasar ini tergolong dalam kategori kecernaan tinggi.  Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) dalam  Maghfiroh et al. (2012)  bahwa berdasarkan nilai daya cerna nilai kecernaan diatas 70% merupakan kecernaan tinggi. 
          Kecernaan protein kasar pada itik tegal dengan pakan ditambah probiotik memiliki nilai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan probiotik. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetya et al. (2013) bahwa dengan penambahan probiotik keceranaan protein dapat meningkat yaitu meningkat dari 65,7% menjadi 71,5%, peningkatan  nilai kecernaaan protein karena adanya enzim protease. Laksmiwita (2009) menyatakan bahwa probiotik dalam pakan akan meningkatkan aktifitas pencernaaan dan aktifitas enzimatis, sehingga zat nutrisi seperti protein yang biasanya terbuang dalam feses akan berkurang. Nilai kecernaan protein pada itik  dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan protein dalam bahan pakan dan kandungan serat kasr pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo et al. (2013) dan Mangisah et al. (2009) bahwa tinggi rendahnya nilai kecernaan protein pada itik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan zat nutrisi dalam ransum serta serat kasar yang terkandung pada bahan pakan tersebut.
4.3.    Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
          Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut:
          Tabel 5.  Pertambahan Bobot Badan Harian Itik Tegal Jantan
Parameter
Perlakuan

T0U2 (kel.2E)
T1U2 (kel.6E)
PBBH (g/ekor/hari)
5,67
6,8

Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2015.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa pemeliharaan itik tegal dengan kode T0U2 (tanpa perlakuan) mengalami pertumbuhan bobot badan harian 5,67 g, sedangkan itik tegal dengan kode T0U1 (pemberian probiotik) mengalami pertambahan bobot badan harian sebesar 6,8 g (Tabel 5). Pertambahan bobot badan itik terbilang rendah karena kurang dari standar yaitu 8,9 g/ekor/hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Johan dan Mito (2011) bahwa pertambahan bobot badan itik periode starter adalah sebesar 8,9 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan itik yang tidak diberi perlakuan lebih randah dibandingkan itik yang diberi campuran probiotik dalam ransum memiliki pertumbuhan bobot badan yang tinggi. Probiotik mampu meningkatkan pertumbuhan ternak karena probiotik merupakan pakan tambahan dalam bentuk mikroorganisme hidup yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi ternak inangnya dengan meningkatkan keseimbangan populasi mikroorganisme dalam saluran pencernaan ternak. Suryo (2012) menyatakan bahwa probiotik tergolong dalam makanan fungsional, dimana bahan makanan ini mengandung komponen-komponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak.
Pemberian probiotik memiliki beberapa tujuan yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan kecernaan pakan, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan produksi telur dan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan. Kusumaningrum et al, (2013) menyatakan bahwa Probiotik ikut berperan dalam mengatur  keseimbangan mikroorganisme saluran pencernaan, dapat meningkatkan kekebalan tubuh, mendukung pertumbuhan, meningkatkan efisiensidan konversi pakan serta membantu mengoptimalkan penyerapan zat makanan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bobot badan ternak antara lain kualitas pakan, tingkat kecernaan, genetik, keadaan lingkungan sekitar dan kesehatan ternak. Penambahan probiotik dalam ransum ternak dapat meningkatkan tingkat konsumsi ternak. Hal ini sesuai pendapat Ignatova      et al, (2009) bahwa pemberian suplemen probiotik memberikan efek positif pada berat badan akhir sebesar 14,4 %, meningkatkan konsumsi pakan 7,7% dan mampu memperbaiki performan dan produk ternak yang aman dikonsumsi.



BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1.    Simpulan
          Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa nilai kecernaan protein pada itik yang diberi pakan dengan tambahan probiotik 2% memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan tanpa penambahan probiotik.

5.2.    Saran
          Saran untuk praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia selanjutnya dalam praktikum objek pengamatan yang digunakan bisa lebih banyak, dengan menggunakan ransum yang disusun oleh praktikan sendiri  dan pemberian level perlakuan yang berbeda.
           


DAFTAR PUSTAKA
 


Abun. 2007. Pengukuran nilai kecernaan ransum yang mengandung limbah udang windu produk fermentasi pada ayam broiler. Jurusan nutrisi dan makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Agustina, D., N. Iriyanti. dan S.  Mugiyono. 2013. Pertumbuhan dan konsumsi pakan pada berbagai jenis itik lokal betina yang pakannya di suplementasi probiotik. J. Ilmiah Pet. 1(2): 691 – 698.
Andoko, A. dan Sartono. 2013. Beternak Itik Pedaging. Agromedia Pustaka, Jogjakarta.

Fitriyah, A. R. Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Pengaruh penambahan jeruk nipis (citrus aurantifolia) dalam ransum terhadap laju digesta dan kecernaan serat kasar pada itik magelang. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 2 (1).

Ignatova M., V. Sredkova and V. Marasheva. 2009. Effect of dietary inclusion of probiotic on chickens performance and some blood indices. Biotechno. Animal Husbandry. 25 ( 5 - 6 ): 1079 - 1085.

Kartika, L. D. 2014. Sintesis Fe2O3 dari Pasir Besi dengan Metode Logam Terlarut Asam Klorida. Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Ketaren, P.P. 2002. Kebutuhan gizi itik petelur dan itik pedaging.  Wartazoa 12( 2) : 37 - 46.

Kusumaningrum, A. I. Arif. S, Puntodewo. 2013. Pemberian probiotik asam laktat dalam air minum terhadap berat badan akhir dan persentase karkas pada ayam broiler strain hubbard umur 35 hari. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Laksmiwita, N. M. 2009. Pengaruh pemberian starbio dan Effective Microorganisme (EM4) sebagai probiotik terhadap penampilan itik jantan umur 0 – 8 minggu. J. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Maghfiroh, K., I. Mangisah dan V. D. Y. B. Ismadi. 2012. Pengaruh penambahan sari jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dalam ransum terhadap kecernaan protein kasar dan retensi nitrogen pada itik Magelang jantan. Anim. Agric. J. 1(1): 669 – 683.
Mahfudz, L. D. 2006. Pengaruh penggunaan ampas tahu fermentasi terhadap efisiensi penggunaan protein itik tegal jantan. J. Indon. Trop. Anim.Agric. 31 (1) : 129 – 134.

Mangisah, B. Sukamto dan M. H. Nasution. 2009. Implementasi Daun Eceng Gondok Fermentasi Dalam Ransum Itik. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 34 (2) : 127 - 133.

Margi D. S. 2013. Pakan Itik Pedaging dan Petelur. Panebar Swadaya. Jakarta.

Mulyono. 2004. Beterrnak Itik Tanpa air. Agromedia Pustaka, Jakarta.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy of Science. Washington D.C.

Nugraha., D.U. Atmomarsono dan L. D. Mahfudz. 2012. Pengaruh Penambahan   Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Fermentasi dalam Ransum terhadap          Produksi Telur Itik Tegal. Anim. Agric. J. 1 (1): 75 – 85.
Prasetya, R.P.,  S.S. Santosa dan N. Iriyanti . 2013. Penggunaan level pakan fungsional terhadap kadar lemak dan protein daging ayam broiler. J. Ilmiah Peternakan 1(1): 289 - 298.

Prawitasari, R. H., V. D. Yunianto, B. Ismadi dan I. Estiningdriati. 2012. Kecernaan protein kasar dan serat kasar serta laju digesta pada ayam arab yang diberi ransum dengan berbagai level Azolla microphylla. Anim. Agric. J. 1 (1): 471- 483.

Riswandi, S. Sandi., dan F.  Yosi. 2012. Kombinasi pemberian storbio dan EM 4 melalui pakan dan air minum terhadap performa itik lokal umur 1-6 minggu. J. Pet. Sriwijaya. 1 (1).
Rosadi,I., Ismoyowati, N. Iriyanti.2013. kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan LDL (Low Density Lipoprotein) darah pada berbagai itik lokal betina yang pakannya disuplementasi dengan probiotik. J. Ilmiah Pet. 1(2): 597 – 605.
Septityana, D.K., Priyono, N.T. Rochman. 2013. Sintesis dan karakterisasi pigmen hematit (Fe3O3) dari bijih besi alam melalui metode presipitasi. J. Youngster  Physic. 1(4) : 95-100.

Suci, M.D. 2013. Pakan Itik Pedaging Dan Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suryo, H. T. Yudiarti dan Isroli. 2012. Pengaruh pemberian probiotik sebagai aditif pakan terhadap kadar kolesterol, high density lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) dalam darah ayam kampong. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang
Swardhani, A, P.  Iskandar, M. Abdullah, dan Khairurrijal. 2013. Studi Awal Sintesis Nanokomposit Fe2O3/C dengan Metode Pemanasan Microwave dan Kalsinasi. Seminar Nasional Material. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Widiyastuti,T., C.H. Prayitno dan Sudibya. 2007. Kecernaan dan intensitas warna kuning kulit telur itiklokal yang mendapat pakan tepungkepala udang, tepung daun lamtoro dan suplemtasi L-Carnitin. J. Anim. Prod. 9(1): 30 - 35.
Widodo, A. R., H. Setiawan, Sudiyono, Sudibya dan R. Indreswari. 2013. Kecernaan Nutrien dan Performan Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Jantan yang Diberi Ampas Tahu Fermentasi dalam Ransum. Trop. Anim. Husbandry 2(1) : 5 - 58.

Windhyarti, S. S 2012. Beternak Itik tanpa Air. Penebar Swadaya, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar